Lebih baik kecil jadi Bos dari pada gede jadi kuli

Kampus Bisnis Umar Usman dengan program “Kuliah 1 Tahun Jadi Pengusaha” terus mencoba untuk mencetak pengusaha-pengusaha muda dan handal. Mentor-mentor Bisnis dan praktisi bisnis pun diundang untuk bisa berbagi ilmunya kepada para Mahasiswa. Mas Jaya Setiabudi salahsatunya, atau yang biasa kita siapa ‘Mas J’ yang sudah malang melintang dalam dunia bisnis. Berikut inspirasinya yang bersumber dari bukunya ‘The Power of Kepepet’

LEBIH BAIK KECIL JADI BOS DARIPADA GEDE JADI KULI

Mas Jaya Setiabudi bersama tim Manajemen pada acara Pesantren Entrepreneur Ramadhan#3 Tahun 2015

ltulah pesan yang sering keluar dari mulut ayah saya, sejak saya masih berumur belasan tahun. Bukan tanpa dasar  mengucapkan kata-kata itu. Ayah saya merasa menyesal melakukan kesalahan untuk tidak menjadi pengusaha sejak dini. Dirinya bekerja hingga usia 68 tahun. Mungkin Anda bertanya, mengapa tidak memulai usaha saat mengucapkan kata-kata itu? Tentu tidak semudah itu jika Anda memiliki 7 orang anak, semuanya serba pas-pasan!

Namun kata-kata itu bukanlah sia-sia, terutama bagi saya pribadi, yang paling sering dicekoki dengan kata-kata itu

”Jangan ulangi kesalahan papah, Iebih baik kecil jadi bos, daripada gede jadi kuli! Kuli kerja, kuli dapat makan. Kuli nggak kerja, nggak dapat makan! Kalau boss, nggak kerja pun dapat makan”

Dari situlah saya memutuskan “Saya HARUS JADI PENGUSAHA!” Tapi bagaimana caranya? Berguru dengan siapa? Mulai dari mana? Modalnya? Orang tua dan saudara-saudara saya juga bukan pengusaha, aahhhh….! Buntu deh rasanya saat itu. Pikir-pikir, akhirnya saya putuskan untuk bekerja dulu, mengumpukan uang untuk modal, baru mulai
usaha. Alhamdulillah, sekali dafiiar kerja, tokcer juga…, langsung diterima di AMT (Astra Microtronics Technology), Pulau Batam, sebagai technical buyer. Lebih cepat dari apa yang saya targetkan, hanga 1 tahun 4 bulan, saya mengajukan permohonan mengundurkan diri untuk berhenti kerja.

Bakat Pengusaha

Seorang rekan kerja saya mengatakan bahwa saya tidak bakat jadi karyawan, tapi bakatnya jadi pengusaha. Bagaimana dia bisa tahu?

Iya, katanya saya punya ciri-cirinya?!
Masak sih bisa kelihatan?

Teman saya bilang, “Kamu itu Jay, tak suka bangun pagi, jadi tak cocok jadi karyawan”. Betul juga yah, “Terus apalagi?” kejar saya. Kamu juga tak suka gaji pas-pasan”, kata dia. Hebat benar dia bisa tahu!  “Terus apalagi?”  tambah penasaran. “Kamu juga tak suka dimarahin bos!”  Gile bener, emang kawan saya ‘sakti’ juga ya, bisa tahu bakat saya apa dan dimana.

Saking penasarannya, saya melakukan penyelidikan tentang silsilah keturunan saya. Ternyata benar, saya menemukan bahwa nenek moyang saya itu seorang pedagang alias pengusaha. Saya dapatkan bukti itu dari sebuah lagu yang sering saya nyanyikan saat masih duduk di sekolah dasar. “Nenek moyangku seorang pelaut….”  Ya, seorang pelaut, bukan ‘nelayan’ Iho. Kenapa mereka melaut dari satu samudera ke samudera yang lain? Tidak lain dan tidak bukan adalah untuk ‘berdagang’! Nah, artinya kita, bangsa Indonesia ini keturunan pedagang, bukan pegawai lho. Kena deh…

SIAP BANGKRUT..!

Dengan sisa uang tabungan 4,5 juta, saya tekadkan untuk memulai usaha. Namun uang itu bukan untuk modal usaha, melainkan hanta untuk bertahan hidup saja. Saya mendapatkan 2 orang pemodal, seorang warga negara Singapore dan ex-rekan kerja saya. Ayah saya sempat bertanya kepada saya sebelum mulai berusaha, “Apa benar kamu mau usaha? Usaha apa?” Saya jawab, “Iya pah, usaha supply spare part”. 

“Udah siap?” tanganya lagi.
“Udah!” jawab saya singkat. “Siap apa aja?” kejar papah.
“Siap BANGKRUT!” jawab saya menutup percakapan pertelepon itu. Syukur Alhamdulillah, hanya dalam waktu 3 bulan, saya ‘diwisuda bangkrut’ pertama kalinya.

Nelongso sih saat itu, tapi tak ada tetesan air mata karena kebangkrutan dalam kamus saya. Untungnya masih ada uang ‘receh’ yang saya kumpulkan di kaleng bekas minuman F&N Zapel. Setidaknya saya masih bisa beli sebutir telor seharga 500 rupiah, tiap harinya, sebagai pelengkap masakan mi goreng saya.

LANJUT…….

Memang tak ada kata ‘menyerah’ menjadi pengusaha. Pokoknya, bagaimana caranya harus jadi pengusaha! Tapi, namanya masih dominan ‘otak kiri’, jadi mikirnya yang urut-urut aja. Saya mulai membuat surat lamaran kerja, kali ini ke negeri ‘singa’. Dengan harapan, bisa lebih cepat mengumpulkan modal, apalagi saat itu (1998) rupiah lagi anjlok-anjloknnya. Kerja 2 tahun, mengumpulkan dollar, balik ke Indonesia, bangun usaha lagi Itulah yang ada di benak saya, malam menjelang keberangkatan saya ke Singapore. Tapi malam itu benar-benar membuat saya terjaga dan berpikir ulang, “kerja 1 tahun 4 bulan saja nggak betah, apalagi 2 tahun?
Di Singapore lagi, yang tatakramanya notabene kurang!” Enggak deh yau. Think ..think ….think dan ….ting (bungi lonceng di otak saya)!

Kenapa tidak pakai cara yang dulu sudah pernah saya pakai sebelumnya? Cari Investor lagi! Sekejap teringat beberapa nama yang dulunya adalah supplier saya, saat saya bekerja sebagai buyer. Bersyukur sekali, dulu saya tidak pemah mau menerima tawaran suap dari para supplier tersebut, jadi… Ya, lagi-lagi tokcer, sekali bidik langsung setuju jadi partner
sekaligus investor. Itulah usaha saya yang kedua kalinya. Meskipun tak berjalan dengan langgeng kerja sama itu, namun saya sangat bersyukur bisa belajar banyak dan membangun jaringan yang luas, baik terhadap customers maupun suppliers.
Dari mulai naik ojek, door to door salesman, merangkap tukang antar barang, angkat barang, pembelian, dan bagian admin, tumbuh menjadi grup perusahaan seperti saat ini. Bukan berarti semuanya berjalan mulus.

 

Rugi, ditipu, bangkrut adalah ‘vitamin’ saya menjadi pengusaha tahan banting.

Semua kisah dalam Buku The Power of Kepepet bukanlah cerita fiksi, namun kisah nyata dari perjalanan saya membangun usaha dari nol dan minus. Membaca buku ini tidak akan mengubah hidup Anda, tapi dengan mempraktikkannya, Insya Allah nasib Anda akan berubah! Untuk lebih memaksimalkan efek dari isi buku ini, tontonlah film-film yang saya rekomendasikan, serta mengerjakan tugas-tugas
yang saya berikan. Seperti peringatan di buku ini, baca ‘Aturan Pakai’ sebelum praktik!

FIGHT!
Batam, 30 Oktober 2008

Jaya Setiabudi
Provokator Entrepreneur

 

Tulisan diambil dari buku The Power of Kepepet karya mas Jaya Setiabudi dengan sedikit penyesuaian

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *