Pengalaman adalah guru yang terbaik. Begitu pepatah mengajarkan. Bagi saya, pengalaman bukan hanya bisa menjadi guru yang terbaik, tapi juga jebakan pikiran yang tersulit. Bayangkan setiap pulang ke rumah, saya harus melewati sebuah sungai kecil. Saya pernah beberapa kali mencoba melompat untuk menyeberanginya. Tapi selalu gagal. Akhirnya saya yakin tak mungkin bisa melakukannya dan memutuskan untuk menggunakan pematang kayu kecil dengan berhati-hati agar tidak terpeleset.
Suatu hari, seekor anjing mengejar saya saat berjalan pulang. Saya berlari sekencang-kencangnya sampai sadar bahwa di depan ada sebuah sungai. Saya tak bisa mengambil jalan lewat pematang kecil karena akan mengurangi kecepatan lari dan beresiko terkejar anjing. Di tengah kepanikan, saya melompat menyeberangi sungai. Mujur, saya selamat sampai di seberang.
Sesampai di rumah, saya baru sadar telah melakukan sesuatu yang selama ini tak pernah mampu saya lakukan. Pengalaman saya mengajarkan tak mungkin bisa melompat menyeberangi sungai. Sekarang saya sadar itu jebakan pikiran.
Begitulah kita. Kemampuan kita sebenarnya jauh lebih hebat dari yang kita yakini. Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang jenius hanya menggunakan 6 persen otaknya. Itu yang jenius. Kita yang bukan jenius hanya 2-3 persen. Dan ingat, otak bukan hanya untuk berpikir, tapi juga mengendalikan gerakan fisik kita. Otak mengelola seluruh aktivitas kita. Artinya, kita baru menggunakan 2-3% dari kemampuan kita. Kita terlanjur terjebak oleh pengalaman sendiri dan mengatakan, “Saya tak mungkin bisa melakukannya!”
Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya. Jika berprasangka baik, ia akan menemukan kebaikannya. Jika berprasangka buruk, itulah yang akan dia temui. Para psikolog menyebutnya self fulfilling prophecy, peristiwa yang terjadi karena didorong keyakinan kita sendiri. Keyakinan akan mempengaruhi sel-sel otak dan menentukan seberapa besar energi yang kemudian akan diperintahkan otak untuk melakukannya. Para motivator menyebutnya mindset.
Saat pikiran kita optimis, otak mengeluarkan 3 zat kimia: dopamin, endorfin, dan adrenalin Dopamin bekerja merangsang pusat rasa senang di otak dan menciptakan perasaan mampu dan hidup yang berarti. Endorfin yang menyebar ke seluruh tubuh membuat kita tak merasakan lelah dan sakit. Saat memimpin perolehan angka pertandingan olah raga, misalnya, rasa lelah dan sakit tak kita rasakan. Informasi sakit itu di-block oleh endorfin agar tak sampai ke otak. Adrenalin melengkapinya dengan membuat pikiran dan tubuh waspada dan siap menghadapi tugas baru.
Saya tidak mengatakan kita bisa melakukan apapun jika kita yakin mampu melakukannya. Manusia bukanlah Tuhan yang mampu melakukan segala hal; yang setiap perkataannya jadi kenyataan. Manusia terikat hukum alam. Tetapi ibarat pemain bola, kita seringkali hanya bermain bola di gawang sendiri, padahal lapangan begitu luas. Kita tetap terikat aturan permainan sepak bola. Kita tidak bisa bermain di luar lapangan. Saya hanya mengajak untuk jangan hanya bermain di gawang sendiri. Majulah dan jebol gawang lawan.
Ramadhan dikirim Allah untuk mengikis jebakan pikiran yang selama ini menghambat kesuksesan kita. Allah ingin menunjukkan kepada kita bahwa kemampuan kita jauh lebih hebat dari yang kita sangka. Dulu kita merasa tak mungkin bekerja produktif dalam kondisi tubuh lemah. Tapi kita akan menemukan produktivitas kita tak akan berkurang meski berpuasa. Siang bekerja, malam tarawih, tidur sedikit karena bangun untuk tahajud dan makan sahur. Kita bisa melakukannya. Sebulan penuh.
Dulu kita merasa mustahil bisa rutin membaca al-Quran satu juz sehari. Di Ramadhan, kita bahkan melampauinya. Dulu kita merasa tak mungkin menahan diri melihat jajanan kuliner begitu menggoda di depan mata. Saat Ramadhan semua nafsu makan itu bisa kita tahan. Dulu susah manahan keinginan merokok. Sekarang, kita bisa bertahan tak merokok 14 jam lamanya.
Tak hanya soal fisik. Saat sebagian orang merasa tak mungkin hidup jujur di dunia yang banyak kebohongan seperti sekarang, Ramadhan membuat kita bisa melakukannya. Tak ada orang yang tahu kita meminum seteguk air saat berwudhu. Tapi kita tak melakukannya. Padahal kita sedang kehausan dan seharian penuh belum meminum seteguk air pun.
Selamat saya ucapkan bagi Anda yang berpuasa. Kita akan menemukan bahwa kemampuan kita lebih dari yang kita yakini sebelumnya. Kita akan menemukan bahwa lapangan bola kehidupan kita lima puluh kali lebih luas dari yang kita yakini. Kita sedang dilatih oleh Allah untuk keluar dari zona nyaman dan menjadi pribadi yang baru; pribadi-pribadi yang akan memperbaiki peradaban. END
Oleh: Fatchuri Rosidin (IG @fatchuri_fatah)
Direktur Inspirasi Melintas Zaman