Saat Uang Jadi Mimpi Kita

Uang itu memudahkan hidup kita. Banyak hal yang bisa kita lakukan dengan uang. Dengan uang kita bisa membeli makanan enak, pakaian yang bagus, rumah yang nyaman kita tinggali, atau kendaraan keluaran terbaru yang membuat orang berdecak kagum saat kita naiki.

Itulah alasan banyak orang bekerja pergi pagi pulang malam setiap hari: untuk mendapatkan uang. Karena dengannya, hidup sepertinya akan jauh lebih bahagia. Tapi benarkah demikian?

Ingat gaji pertama Anda? Saat penghasilan kita 3 juta sebulan, kita merasa 3 juta tidak cukup. Kita ingin naik jadi 5 juta. Dan sepertinya 5 juta cukup buat kita. Saat penghasilan kita mencapai 5 juta, ternyata 5 juta tidak cukup juga dan kita ingin punya penghasilan 10 juta. Saat penghasilan kita sampai di angka 10 juta, ternyata tak cukup juga. Aneh memang. Cukupkah saat penghasilan kita 20 juta sebulan? Tidak. Percayalah, tidak akan pernah cukup berapapun angka penghasilan kita.

Itulah fenomena hedonic treadmill. Di atas treadmill, meskipun berlari kita tak berpindah tempat. Kecepatan kita tambah dan kita pun berlari lebih cepat, tapi posisi kita tak berpindah tempat.

Orang-orang yang orientasi hidupnya pada uang akan mengalami hedonic treadmill. Penghasilan mungkin bertambah, tapi tingkat kebahagiaannya tidak. Kalau mimpi-mimpi kita bermuara pada uang, hidup akan sangat melelahkan. Kalau kepuasan kita pada uang, kita tak akan pernah puas. Uang tak akan pernah memuaskan kita.

Sekelompok peneliti dari University of Basel Swiss telah membuktikan bahwa besarnya penghasilan tak membuat kita merasa puas. Riset yang dimuat dalam Journal of Economic Behavior & Organization_ini melibatkan 33.500 responden. Para responden ini melaporkan bahwa mereka hanya sebentar menikmati kenaikan penghasilannya dan kemudian merasa penghasilan baru itu biasa saja dan menginginkan penghasilan lebih tinggi lagi.

Profesor Michael Norton dari Harvard Business School menemukan hasil serupa dalam risetnya. Ia mengajukan pertanyaan kepada 2.000 orang dengan kekayaan minimal 1 juta USD. Profesor Norton menemukan bahwa orang-orang kaya menginginkan harta mereka 2-3 kali lipat lebih banyak dari yang mereka miliki sekarang.

Saya jadi teringat dengan perkataan Nabi Muhammad SAW: “Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya.” (HR Bukhari & Muslim)

Jadi, mari ubah fokus orientasi hidup kita. Mari ganti obsesi hidup kita. Jangan jadikan uang sebagai fokus hidup kita. Jangan jadikan uang obsesi terbesar kita. Uang itu hanya akibat dari pekerjaan kita, maka jangan jadikan ia sebagai sebab.

Mari bekerja dengan kualitas terbaik kita, jangan karena uang di belakangnya. Uang itu akibat. Bekerja saja. Nanti uang akan mendatangi kita. Dan saat ia mendatangi kita, tak usah senang berlebihan. Biasa saja. Biarkan ia mengisi rekening kita. Hanya rekening kita, jangan sampai ia mengisi hati kita. Agar kita tak berat saat perlu melepaskannya pergi.

Seperti Sulaiman a-Rajhi. Kekayaannya 7,7 milyar USD. Ia orang terkaya ke-120 dunia. Pemilik bank syariah terbesar di dunia. Tapi kekayaannya tak menggoda hatinya. Ia hidup biasa saja. Pakaiannya hanya jubah putih sederhana. Pergi hanya dengan pesawat kelas ekonomi. Ia sangat sibuk, tapi selalu datang paling awal di masjid. Muadzin bahkan sering kalah cepat dengannya. Infaq dan wakafnya tersebar di seluruh dunia.

Uang tak berhasil menggaet hati Sulaiman. Ia bahkan telah membagikan seluruh hartanya untuk kerabat, ahli waris, dan fakir miskin. Seluruhnya. Sulaiman sendiri memilih hidup sederhana. Bisnisnya ia serahkan ke profesional. Dan seluruh keuntungan bisnisnya ia sumbangkan untuk kepentingan sosial.

Jadi, mari bekerja dengan kualitas terbaik kita. Lalu pulang dan berdoalah seperti doanya Umar bin Khattab, “Ya Allah, jadikanlah dunia dalam genggaman kami. Jangan jadikan dunia dalam hati kami.”

Oleh: Fatchuri Rosidin
Direktur Inspirasi Melintas Zaman

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *